tag:blogger.com,1999:blog-27370271078048845272024-03-13T07:20:38.929-07:00kersane ngalahpandingkluanhttp://www.blogger.com/profile/06339178683543245807noreply@blogger.comBlogger4125tag:blogger.com,1999:blog-2737027107804884527.post-24927268937579474592010-11-25T18:35:00.001-08:002010-11-25T18:35:36.593-08:00pandingkluanhttp://www.blogger.com/profile/06339178683543245807noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2737027107804884527.post-90386305003925668292010-11-24T18:12:00.001-08:002010-11-24T18:12:29.484-08:00ilmu faroid<div style="text-align: justify;"><b>1.1. Pengertian dan Latar Belakang Ilmu Faroid</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Secara etimologi Faroid mufrodnya fardh artinya kewajiban, bagian tertentu, atau lebih jelasnya, sebagai berikut:<br />
</div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: medium;">عِلم يعرف به كيفية قسمة التركة على مستحقها </span><br />
</div><div style="text-align: justify;">Artinya: "Ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang yang meninggal kepada yang berhak menerimanya. <br />
</div><div style="text-align: justify;">Harta terkadang membawa kebahagiaan dan terkadang juga membawa kesengsaraan, banyak orang mengakui kebahagiaan sering dianalogikan pada harta kekayaan. Mengapa bisa demikian? status sosial yang lebih mengangkat derajat seorang manusia diantaranya dengan banyak harta.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Akan tetapi harta yang melimpah, tatkala ditinggalkan pemiliknya (meninggal dunia), sering menjadi pertengkaran dan perselisihan bagi keluarga (ahli waris) yang ditinggalkannya. Bahkan bisa menimbulkan pembunuhan akibat ketidakpuasan dalam pembagian harta warisan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebelum Islam datang, pembagian harta warisan hanya sebatas pada kaum laki-laki saja. Hal ini yang menjadikan sikap diskriminatif pada masa jahiliyah terhadap hak-hak kaum wanita, sehingga wanita pada masa itu kehilangan hak atas harta peninggalan dari keluarganya. Dimasa jahiliyah juga terjadi saling waris mewarisi hanya atas dasar sumpah, bukan atas dasar yang telah ditetapkan oleh hukum agama. Sikap diskriminatif juga terjadi pada anak-anak yang masih belum dewasa, mereka tidak mendapatkan hak pembagian harta warisan. <br />
</div><div style="text-align: justify;">Islam juga menganjurkan kepada setiap manusia sebelum dirinya meninggal, agar memikirkan bagaimana nasib anak-anaknya kelak. Sebagiamana firman Alloh S.W.T. dalam kitab-Nya:<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Artinya: "Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu"….. (QS. an-Nisaa : 34).<br />
</div><div style="text-align: justify;">Sangatlah jelas, betapa Islam sangat mempedulikan hak asasi manusia, sehingga nasib anak-anak yang akan ditinggalkannya pun harus menjadi perhatian bagi orang tua.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>1.2. Alasan Pemilihan Judul</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Skripsi berjudul PENGENALAN ILMU FAROIDH TERHADAP SANTRI MIFTAHUL HUDA MELALUI TERJEMAH ROHBIYAH, ini diharapkan mampu menciptakan sebuah kaidah-kaidah baru dalam pemahaman tentang ilmu faroid di Miftahul Huda. Harapan untuk mempelajari dan bisa mengamalkan tentunya sangat besar sekali.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Hal ini tidak akan terwujud bila tidak disertai dengan keingainan yang besar dan dorongan-dorongan dari pembimbing. Yang paling utama yaitu limpahan taufik dan hidayah dari Alloh sajalah yang mendorong mengapa Penulis memilih judul ini. Besar harapan Penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini ysng sekaligus bermanfaat untuk Penulis sendiri. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>1.3. Maksud dan Tujuan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menelaah, meneliti, dan berdialog merupakan metoda yang digunakan untuk kesuksesan dan keberhasilan dalam menyusun beberapa teori dan ilmu yang diharapkan bisa memberi manfaat bagi Penlis sendiri. Sehingga menjadikan santri yang mampu menuangkan ide dan pemikirannya melalui tulisan, tidak hanya pada lisan saja. <br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang yang mengerti ilmu faroidh ia akan diangkat derajatnya oleh Alloh SWT. Sebagaimana firman-Nya :<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. " (QS. al-Mujadalah: 11)<br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitulah janji Alloh S.W.T. bagi orang yang beriman dan mau menuntut ilmu. <br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk lebih memahami dan mengembangkan pengetahuan mengenai ilmu faroid, mengingat pada realita kehidupan dimasa sekarang terutama dalam pembagian harta warisan sudah sangat jauh dari ketentuan-ketentuan syariat agama Islam.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>1.4. Pembatasan Masalah</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada skripsi ini hanya akan dijelaskan tentang penyebab dan penghalang mendapat warisan, hijab, ahli waris dan ketentuan-ketentuan waris lainnya. Disamping itu penulis akan memaparkan bagaimana tingkat pemahaman para santri terhadap pelajaran ilmu faroid di pesantren Miftahul Huda ini. Mulai menghafal nadzom rohbiyah dan pembelajarannya di kelas-kelas atau melalui beberapa metoda yang di sediakan di Pesantren.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Penjelasan yang disesuaikan dengan temuan-temuan penulis dari berbagai sumber dan referensi ini mudah-mudahan bisa memberi inspirasi. Sekaligus pula mampu memberikan motivasi untuk memahami dan mempelajari ilmu faroid. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>1.5. Kerangka Pemikiran</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Langkah-langkah yang diambil untuk menyusun sebuah karya yang baku dan bagus tidaklah mudah. Penulis mengakui dengan penuh keterbatasan pemikirannya sehingga merasa perlu untuk membuat sebuah kerangka pemikiran, yang akan dijadikan objek penelitian. Sehingga mempermudah untuk proses penelitian selanjutnya.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk itu penulis telah menyusun beberapa judul dan sub judul dalam sebuah kerangka berikut ini:<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>BAB I</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>PENDAHULUAN</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">1.1. Latar Belakang dan Pengertian Ilmu Faroid.<br />
</div><div style="text-align: justify;">1.2. Alasan Pemilihan Judul.<br />
</div><div style="text-align: justify;">1.3. Maksud dan Tujuan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">1.4. Pembatasan Masalah.<br />
</div><div style="text-align: justify;">1.5. Kerangka Pemikiran.<br />
</div><div style="text-align: justify;">1.6. Hipotesis.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>BAB II</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>KONSEP DASAR ILMU FAROID</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">2.1. Arti Kata-kata. <br />
</div><div style="text-align: justify;">2.2. Mengetahui kedudukan materi kata melalui Nahwu Shorof, dan Balaghoh.<br />
</div><div style="text-align: justify;">2.3. Terjemah.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>BAB III</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>MENGENAL FAROID MELALUI KITAB ROHBIYAH</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">3.1. Sekilas Tentang Kitab Rohbiyah.<br />
</div><div style="text-align: justify;">3.2. Sistematika Pengurusan Harta Warisan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">3.3. Pengaturan Warisan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">3.4. Hikmah Dan Faidah Pembagian Harta Waris.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>BAB IV</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF BELAJAR MELALUI TERJEMAH ROHBIYAH</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">4.1. Hikmah Memahami Ilmu Faroid.<br />
</div><div style="text-align: justify;">4.2. Belajar Melalui Terjemah Rohbiyah.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>BAB V</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>PENUTUP</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">5.1. Saran untuk Umum.<br />
</div><div style="text-align: justify;">5.2. Saran untuk Al-Mamater.<br />
</div><div style="text-align: justify;">5.3. Do`a dan harapan<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>1.6 Hipotesis </b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ilmu faroid sebagai salah satu cabang ilmu yang dipelajari di Pesantren Miftahul Huda, adalah sebagai ilmu andalan yang menjadi primadona untuk menguji kemampuan seorang santri. Apakah mampu atau tidak? Hal ini sering menjadi tolok ukur bagi tingkat kecerdasan seseorang.<br />
</div>Tidak cukup sekali bagi orang yang ingin paham betul tentang ilmu faroid, dari mulai harus menghafal semua ahli waris, sebab-sebabnya, termasuk yang menghalangi waris itu sendiri bahkan sampai kepada sistematika pembagian harta waris.pandingkluanhttp://www.blogger.com/profile/06339178683543245807noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2737027107804884527.post-73691417405531239842010-11-24T17:54:00.001-08:002010-11-24T17:54:25.667-08:00Sejarah Wali Songo<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style> <![endif]--> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 24pt;">Sejarah Sembilan Wali / Walisongo (wali9)</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">August 25, 2009 oleh <a href="http://bloggersumut.net/author/alibaba/" title="Posts by alibaba"><span style="color: blue;">alibaba</span></a> <br />
Tersimpan pada <a href="http://bloggersumut.net/category/sejarah-budaya" title="View all posts in Sejarah dan Budaya"><span style="color: blue;">Sejarah dan Budaya</span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><a href="http://bloggersumut.net/sejarah-budaya/sejarah-sembilan-wali-walisongo-wali9#respond"><span style="color: blue;">Tinggalkan Komentar</span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">“Walisongo” berarti sembilan orang wali”</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Maulana Malik Ibrahim (1)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Ampel (2)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Giri (3)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Bonang (4)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Kalijaga (5)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Gunung Jati (6)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Drajat (7)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Kudus (8)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Muria (9)</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div>pandingkluanhttp://www.blogger.com/profile/06339178683543245807noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2737027107804884527.post-55222059646646152282010-11-10T17:16:00.001-08:002010-11-10T17:16:49.961-08:00PENGANTAR<br />
Assalamu’alikum warhmatullahi wabarakatuh<br />
Segala puji milik Allah Ta’ala, Rabb semesta alam, dengan sebenar-benar pujian.<br />
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan hambaNya Muhammad Shallallahu ‘alihi<br />
wasallam, kepada keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga hari akhir.<br />
Amma Ba’du :<br />
Terjemahan kitab Al Ajrumiyah yang sedang anda baca ini merupakan salah satu kitab<br />
dasar dalam ilmu nahwu yang dikarang oleh As Syaikh Ash Shanhajy. Dalam melakukan<br />
penerjemahan, saya tidak menambahkan sesuatu tambahan apapun kecuali yang saya anggap<br />
perlu untuk dijelaskan karena samarnya makna yang dimaksud. Pun setelah saya jelaskan, saya<br />
masih membiarkan beberapa istilah dalam kitab ini, karena sebagaimana Nahwu yang berarti<br />
perumpamaan, maka saya membiarkan istilah itu tetap menjadi istilah. Penting bagi kita untuk<br />
membiarkan istilah-istilah itu. Misalnya, kita tetapkan bahwa al kalam adalah al kalam meskipun<br />
kita tahu artinya adalah kalimat. Dan kita tetapkan bahwa fa’il adalah fa’il meskipun kita tahu<br />
bahwa artinya adalah orang yang melakukan perbuatan. Karena itu semua telah masyhur, maka<br />
kita jangan membuat istilah baru yang nantinya akan menyulitkan kita juga.<br />
Dalam melakukan penerjemahan, saya menjadikan kitab matan al ajrumiyah (biasa<br />
disebut jurmiyah) cetakan Al Idrus Jakarta sebagai bahan terjemah. Adapun jurmiyah yang ada di<br />
hadapan pembaca (yang berbahasa arab dalam format microsoft word). Saya ambil dari<br />
www.attasmeem.com yang saya dapat dari cd freeware yang disusun oleh lukman post bandung.<br />
saya sengaja tidak memberikan penjelasan apapun pada kesempatan kali ini tetapi insya Allah<br />
jika waktunya ada, saya akan memberikan secercah penjelasan sesuai ilmu yang saya miliki.<br />
Tunggu aja!<br />
Terjemahan ini saya dedikasikan kepada diri saya sendiri tentunya dalam rangka<br />
muraja’ah dan muthala’ah biar gak lupa. kepada para saudaraku sepengajian MUI UI yang rajin<br />
dan semangat dalam menuntut ilmu untuk membantu kalian yang kini sedang belajar bahasa arab<br />
tiap kamis dan jumat di MUI. Kepada para saudaraku seperjuangan di rohis Metalurgi dan<br />
Material 2005 yang baru akan menebar jaring-jaring dakwah di jurusan yang katanya mau belajar<br />
nahwu (nih.. ane siapin bahannya). Dan kepada semua yang ingin mendapatkan terjemahan ini<br />
secara gratis (tinggal print doank!).<br />
Saya menyadari bahwa ilmu yang saya miliki tidaklah seberapa. Oleh karena itu, besar harapan<br />
saya agar ada orang yang menyempurnakan terjemahan ini dengan ikhlas dan untuk tujuan<br />
perbaikan.<br />
Semoga Allah menjadikan usaha saya ini sebagai amal kebaikan untuk saya dan bermanfaat<br />
untuk kaum muslimin.. amien...<br />
Al Faqiir Ila Allah<br />
Abu Abdin Nafi’ Khairul Umam Ibnu Syahruddin Al Batawy<br />
Dimulai hari senin, 12 Juni 2006 Selesai hari selasa 13 Juni 2006, Pkl 09:51<br />
Mengisi kekosongan hari-hari awal liburan panjang 3 bulan<br />
(terjemahnya ada setelah arabnya)<br />
مَتنُْ الآْجُرُّومِيَّةِ فِي اَلنَّحْوِ للشيخ الصنهاجي<br />
مُقَدِّمَة بِسْمِ اَللَّهِ اَلرَّحْمَنِ اَلرَّحِيم قَالَ اَلمُْصَنِّفُ -رحمه اَللَّهُ -:<br />
أَنْوَاعُ اَلْكَلاَمِ<br />
اَلْكَلاَمُ : هو اَللَّفْظُ اَلمُْرَكَّبُ, اَلمُْفِيدُ بِالْوَضْع وَأَقْسَامُهُ ثَلاَثَةٌ : اسم وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ جَاءَ لمَِعْنًى<br />
لَى, 8 نْ, وَعَ 8 ى, وَعَ 8 نْ, وَإِلَ 8 يَ مِ 8 فْضِ, وَهِ 8 رُوفِ اَلخَْ 8 لَّامِ, وَحُ 8 فِ وَال 8 ولِ اَلأَْلِ 8 تَّنْوِينِ, وَدُخُ 8 فض وَال 8 الخ 8 عْرَفُ ب Z مُ يُ Z الاِسْ Z فَ<br />
وَفِي, وَرُبَّ, وَالْبَاءُ, وَالْكَافُ, وَاللَّامُ, وَحُرُوفُ اَلْقَسَمِ, وَهِيَ اَلْوَاوُ, وَالْبَاءُ, وَالتَّاء وَالْفِعْلُ يُعْرَفُ بِقَدْ, وَالسِّينِ وَسَوْفَ وَتَاءِ اَلتَّأْنِيثِ اَلسَّاكِنَة وَالحَْرْفُ مَا لاَ يَصْلُحُ مَعَهُ دَلِيلُ اَلاِسْمِ وَلاَ دَلِيلُ اَلْفِعْلِ .<br />
بَابُ اَلإِْعْرَاب اَلإِْعْرَابُ هُوَ تغيير أَوَاخِرِ اَلْكَلِمِ لاِخْتِلاَفِ اَلْعَوَامِلِ اَلدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًا أَوْ تَقْدِيرًا.<br />
زْم 8 فْضُ, وَلاَ جَ 8 نَّصْبُ, وَالخَْ 8 عُ, وَال 8 رَّفْ 8 كَ اَل 8 نْ ذَلِ 8 مَاءِ مِ 8 لِلأَْسْ 8 زْمٌ, فَ 8 فْضٌ, وَجَ 8 صْبٌ, وَخَ 8 عٌ, وَنَ 8 عَةٌ رَفْ Z هُ أَرْبَ Z سَامُ Z وَأَقْ<br />
فِيهَا, وَلِلأَْفْعَالِ مِنْ ذَلِكَ اَلرَّفْعُ, وَالنَّصْبُ, وَالجَْزْمُ, وَلاَ خَفْضَ فيها .<br />
بَابُ مَعْرِفَةِ عَلاَمَاتِ اَلإِْعْرَاب لِلرَّفْعِ أَرْبَعُ عَلاَمَاتٍ : الضمة ، والواو وَالأَْلِفُ, وَالنُّون مِ, 8 سَّالِ 8 ثِ اَل 8 ؤَنَّ 8 مْعِ اَلمُْ 8 يرِ, وَجَ 8 مْعِ اَلتَّكْسِ 8 فْرَدِ, وَجَ 8 مِ اَلمُْ 8 وَاضِعَ فِي اَلاِسْ 8 عَةِ مَ 8 ي أَرْبَ 8 عِ فِ 8 لرَّفْ 8 لاَمَة لِ 8 تَكُونُ عَ 8 ضَّمَّةُ فَ Z ا اَل Z أَمَّ Z فَ<br />
وَالْفِعْلِ اَلمُْضَارِعِ اَلَّذِي لَمْ يَتَّصِلْ بِآخِرِهِ شَيْء وكَ, 8 يَ أَبُ 8 مْسَةِ, وَهِ 8 مَاءِ اَلخَْ 8 ي اَلأَْسْ 8 مِ, وَفِ 8 سَّالِ 8 رِ اَل 8 ذَكَّ 8 مْعِ اَلمُْ 8 وْضِعَينِْ فِي جَ 8 ي مَ 8 عِ فِ 8 لرَّفْ 8 ة لِ 8 لاَمَ 8 تَكُونُ عَ 8 وَاوُ فَ Z ا اَلْ Z وَأَمَّ<br />
وَأَخُوكَ, وَحَمُوكَ, وَفُوكَ, وَذُو مَال وَأَمَّا اَلأَْلِفُ فَتَكُونُ عَلاَمَةً لِلرَّفْعِ فِي تَثْنِيَةِ اَلأَْسْمَاءِ خَاصَّة مِير 8 مْعٍ, أَوْ ضَ 8 مِيرُ جَ 8 ثْنِيَةٍ, أَوْ ضَ 8 مِيرُ تَ 8 هِ ضَ 8 ضَارِعِ, إِذَا اِتَّصَلَ بِ 8 فِعْلِ اَلمُْ 8 ي اَلْ 8 عِ فِ 8 لرَّفْ 8 ة لِ 8 لاَمَ 8 تَكُونُ عَ 8 نُّونُ فَ Z ا اَل Z وَأَمَّ<br />
اَلمُْؤَنَّثَةِ اَلمُْخَاطَبَةِ .<br />
Muqaddimah<br />
بِسْمِ اَللَّهِ اَلرَّحْمَنِ اَلرَّحِيمِ<br />
Telah berkata pengarang kitab ini (As Syaikh As Shonhajy) rahimahullah :<br />
Macam-macam Kalam<br />
Al kalam adalah Lafadz yang tersusun yang berfaedah dengan bahasa arab. Kalam itu ada<br />
tiga bagian : Isim, fi’il, dan huruf yang memiliki arti.<br />
Isim itu dikenal dengan khafadh, tanwin, dan kemasukan alif dan lam. Dan huruf khafadh itu<br />
adalah :<br />
مِنْ, وَإِلَى, وَعَنْ, وَعَلَى, وَفِي, وَرُبَّ, وَالْبَاءُ, وَالْكَافُ, وَاللَّام<br />
dan huruf qasam (sumpah) yaitu waw, ba dan ta.<br />
Fiil itu dikenal dengan huruf<br />
قَدْ, وَالسِّينِ وَسَوْفَ وَتَاءِ اَلتَّأْنِيثِ اَلسَّاكِنَةِ (ta ta’nits yang mati) Huruf itu adalah sesuatu yang tidak sah bersamanya petunjuk isim dan petunjuk fi’il.<br />
Bab Al I’rab<br />
I’rab itu adalah berubahnya akhir-akhir kalimat karena perbedaan amil-amil yang masuk atasnya<br />
baik secara lafadz atau taqdir. Bagian i’rab itu ada empat, yaitu rafa’, nashab, khofadh atau jar,<br />
dan jazm.<br />
Setiap isim itu bisa rafa’, nashab, khafad dan tidak bisa jazm<br />
Setiap fi’il itu bisa rafa’, nashab, jazm, dan tidak bisa khofadh.<br />
Bab Mengenal tanda-tanda I’rab<br />
1. Bagi rafa’ itu ada empat tanda, yaitu dhammah, waw, alif dan Nun<br />
Adapun Dhammah, maka ia menjadi tanda bagi rafa’ pada empat tempat :<br />
1. Pada Isim Mufrad,<br />
2. Jama’ taktsir<br />
3. Jama’ muannas salim, dan<br />
4. fiil mudhari’ yang tidak bersambung di akhirnya dengan sesuatu<br />
Adapun waw, maka ia menjadi tanda bagi rafa’ pada dua tempat :<br />
1. Pada jama’ mudzakkar salim, dan<br />
2. Isim-isim yang lima yaitu<br />
أَبُوكَ, وَأَخُوكَ, وَحَمُوكَ, وَفُوكَ, وَذُو مَال Adapun alif, maka ia menjadi tanda bagi rafa’ pada isim-isim tatsniyyah yang tertentu<br />
Adapun Nun maka ia menjadi tanda bagi rafa’ pada fi’il mudhari yang bersambung dengan<br />
dhamir tatsniyah, dhamir jama’, dan dhamir muannats mukhatabah.<br />
2. Bagi Nashab itu ada lima tanda, yaitu Fathah, alif, kasrah, ya, dan hadzfunnuun (membuang<br />
nun).<br />
Adapun fathah maka ia menjadi tanda bagi nashab pada tiga tempat :<br />
1. Pada Isim Mufrad<br />
2. Jama’ taksir, dan<br />
3. fi’il Mudhari apabila masuk atasnya amil yang menashobkan dan tidak bersambung di<br />
akhirnya dengan sesuatupun<br />
adapun alif, maka ia menjadi tanda bagi nashab pada isim-isim yang lima contohnya :<br />
.aku melihat bapakmu dan saudaramu)dan apa-apa yang menyerupai contoh ini( رَأَيْتُ أَبَاكَ وَأَخَاكَ<br />
Adapun kasrah, maka ia menjadi tanda bagi nashab pada jama’ muannats salim<br />
Adapun ya, maka ia menjadi tanda bagi nashab pada tatsniyah dan jama’<br />
Adapun Hadzfunnuun, maka ia menjadi tanda bagi nashab pada fi’il-fi’il yang lima yang ketika<br />
rafa’nya dengan tetap nun.<br />
3. Bagi Khafadh atau jar itu ada 3 tanda, yaitu kasrah, ya, dan fathah.<br />
Adapun kasrah, maka ia menjadi tanda bagi khafadh pada tiga tempat:<br />
1. Isim Mufrad yang menerima tanwin<br />
2. jama’ taksir yang menerima tanwin, dan<br />
3. jama’ muannats salim<br />
adapun ya, maka ia menjadi tanda bagi khafadh pada tiga tempat:<br />
1. Pada isim-isim yang lima<br />
2. Isim Tatsniyah, dan<br />
3. jama’<br />
adapun fathah, maka ia menjadi tanda bagi khafadh pada isim-isim yang tidak menerima<br />
tanwin.<br />
4. Bagi jazm itu ada 2 tanda, yaitu sukun dan al hadzfu (membuang).<br />
Adapun sukun, maka ia menjadi tanda bagi jazm pada fi’il yang shahih akhirnya<br />
Adapun al hadzfu, maka ia menjadi tanda bagi jazm pada fi’il mudhari yang mu’tal akhirnya<br />
dan pada fi’il-fi’il yang ketika rafa’nya dengan tetap nun.<br />
Fashl (pasal)<br />
Yang di i'rab itu ada dua bagian : ada yang di i’rab dengan harkat (baris) dan ada yang di i’rab<br />
dengan huruf.<br />
Maka yang di i’rab dengan baris itu ada empat macam :<br />
1. Isim Mufrad<br />
2. Jama’ taktsir<br />
3. Jama’ muannats salim, dan<br />
4. Fi’il Mudhari’ yang tidak bersambung dengan akhirnya sesuatupun<br />
Dan semuanya itu (yang di i’rab dengan baris) di rafa’kan dengan dhammah, dinashabkan dengan<br />
fathah, dan dijazmkan dengan sukun. Dan keluar dari itu tiga hal; jama’ muannats salim<br />
dinashabkan dengan kasrah, isim yang tidak menerima tanwin dijarkan (dikhafadhkan) dengan<br />
fathah dan fi’il mudhari’ yang mu’tal akhirnya dijazmkan dengan membuang akhirnya<br />
Yang dii’rab dengan huruf itu ada empat macam :<br />
1. Isim Tatsniyah<br />
2. Jama’ mudzakkar salim<br />
3. isim-isim yang lima, dan<br />
4. fi’il-fiil yang lima, yaitu يفعلان وتفعلان ويفعلون وتفعلون وتفعلين<br />
adapun isim tatsniyah, maka ia dirafa’kan dengan alif, dinashabkan dengan ya dan dijarkan<br />
dengan ya.<br />
Adapun jama’ mudzakkar salim, maka ia dirafa’kan dengan waw, dinashabkan dengan ya dan<br />
dijarkan dengan ya.<br />
Adapun Isim-isim yang lima, maka di rafa’kan dengan waw, dinashabkan dengan alif, dan<br />
dijarkan dengan ya.<br />
Adapun fi’il-fi’il yang lima, maka dirafa’kan dengan huruf nun, dan dinashabkan dan dijazamkan<br />
dengan membuang huruf nun.<br />
Bab tentang Fi’il-fi’il<br />
Fi’il itu ada tiga :<br />
1. Fiil Madhi<br />
2. Fiil Mudhari’<br />
3. Fiil Amr<br />
Contohnya ضَرَبَ (madhi), (mudhari’) , وَيَضْرِبُ (amr’), وَاضْرِبْ<br />
Maka Fiil Madhi itu difathahkan selamanya dan fiil amar dijazamkan selamanya dan fiil<br />
mudhari’ itu fiil yang di awalnya terdapat salah satu dari huruf tambahan yang empat yang<br />
terkumpul dalam perkataan anaytu (alif, nun, ya, dan ta). Fiil mudhari’ itu dirafa’kan selamanya<br />
kecuali adaa amil nashab atau jazm yang masuk padanya.<br />
Maka amil nashab (huruf yang menashabkan) itu ada sepuluh, yaitu:<br />
أَنْ, وَلَنْ, وَإِذَنْ, وَكَيْ, وَلاَمُ كَيْ, وَلاَمُ اَلجُْحُودِ, وَحَتَّى, وَالجَْوَابُ بِالْفَاءِ, وَالْوَاوِ, وَأَوْ.<br />
Dan amil jazm itu ada delapan belas, yaitu :<br />
لَمْ, وَلمََّا, وَأَلَمْ, وَأَلمََّا, وَلاَمُ اَلأَْمْرِ وَالدُّعَاءِ, وَ "لاَ" فِي اَلنَّهْيِ وَالدُّعَاءِ, وَإِنْ وَمَا وَمَنْ وَمَهْمَا, وَإِذْمَا ، وأي وَمَتَى,<br />
)dan idzan pada syair tertentu( . وَأَيْنَ وَأَيَّانَ, وَأَنَّى, وَحَيْثُمَا, وَكَيْفَمَا, وَإِذًا فِي اَلشِّعْرِ خاصة<br />
Bab Tentang Isim-isim yang Dirafa’kan<br />
Isim-isim yang dirafa’kan itu ada tujuh :<br />
1. Isim Faa’il<br />
2. Isim Maf’ul yang tidak disebut failnya (naaibul fa’il)<br />
3. Mubtada<br />
4. khabar mubtada<br />
5. Isim Kaana dan saudara-saudaranya<br />
6. khabar inna dan saudara-saudaranya<br />
7. Dan yang mengikuti yang dirafa’kan, yaitu ada empat : Na’at, ‘athaf, taukid, dan badal<br />
Bab Faa’il<br />
Faa’il adalah isim yang dirafa’kan yang disebut sebelum faa’il itu fi’ilnya. Dan faa’il itu ada dua<br />
bagian, yaitu faa’il isim dzhahir dan faa’il isim dhamir.<br />
Maka faa’il isim dzhahir itu seperti contoh<br />
قَامَ زَيْدٌ, وَيَقُومُ زَيْدٌ, وَقَامَ الزَّيْدَانِ, وَيَقُومُ الزَّيْدَانِ, وَقَامَ الزَّيْدُونَ, وَيَقُومُ الزَّيْدُونَ, وَقَامَ اَلرِّجَالُ, وَيَقُومُ اَلرِّجَالُ,<br />
وَقَامَتْ هِنْدٌ, وَقَامَتْ اَلْهِنْدُ, وَقَامَتْ الْهِنْدَانِ, وَتَقُومُ الْهِنْدَانِ, وَقَامَتْ الْهِنْدَاتُ, وَتَقُومُ الْهِنْدَاتُ, وَقَامَتْ اَلْهُنُودُ,<br />
وَتَقُومُ اَلْهُنُودُ, وَقَامَ أَخُوكَ, وَيَقُومُ أَخُوكَ, وَقَامَ غُلاَمِي, وَيَقُومُ غُلاَمِي,<br />
Dan Faa’il isim dhamir itu ada 12, yaitu :<br />
ضَرَبْتُ, وَضَرَبْنَا, وَضَرَبْتَ, وَضَرَبْتِ, وَضَرَبْتُمَا, وَضَرَبْتُمْ, وَضَرَبْتنَُّ, وَضَرَبَ, وَضَرَبَتْ, وَضَرَبَا, وَضَرَبُوا,<br />
وضربن<br />
Bab Maf’ul yang tidak disebut Faa’ilnya (Naaibul faa’il)<br />
Naaibul faa’il adalah isim yang dirafa’kan yang tidak disebut bersamanya faa’ilnya. jika fi’ilnya<br />
itu fi’il madhi maka didhammahkan huruf awalnya dan dikasrahkan apa yang sebelum akhirnya<br />
dan jika fi’ilnya itu fi’il mudhari’ maka didhammahkan huruf awalnya dan difathahkan huruf<br />
yang sebelum akhirnya. Naa’ibul faa’il itu ada dua, yaitu Naaibul faa’il isim dzhahir dan naaibul<br />
faa’il isim dhamir.<br />
Maka naaibul faa’il isim dzhahir itu contohnya :<br />
ضُرِبَ زَيْدٌ" وَ"يُضْرَبُ زَيْدٌ" وَ"أُكْرِمَ عَمْرٌو" وَ"يُكْرَمُ عَمْرٌو<br />
dan naaibul faa’il isim dhamir contohnya:<br />
ضُرِبْتُ وَضُرِبْنَا, وَضُرِبْتَ, وَضُرِبْتِ, وَضُرِبْتُمَا, وَضُرِبْتُمْ, وَضُرِبْتنَُّ, وَضُرِبَ, وَضُرِبَتْ, وَضُرِبَا, وَضُرِبُوا,<br />
وضُربن<br />
Bab Mubtada dan khabar<br />
Mubtada adalah isim yang dirafa’kan yang terbebas dari amil-amil lafadzh.<br />
Khabar adalah isim yang dirafa’akan yang disandarkan kepada mubtada’. Contohnya :<br />
"زَيْدٌ قَائِمٌ" وَ"الزَّيْدَانِ قَائِمَانِ" وَ"الزَّيْدُونَ قَائِمُونَ "<br />
Mubtada itu ada dua bagian, yaitu mubtada isim dzahir dan mubtada isim dhamir<br />
Maka Mubtada isim dzahir itu adalah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya (seperti<br />
contoh di atas)<br />
Mubtada isim dhamir itu ada dua belas :<br />
أنا ونحن وأنتَ وأنتِ و وأنتما وأنُتم وأنتن وهو وهى وهما وهم وهن<br />
Dan apa-apa yang menyerupai contoh ini( أنا قائم( و)نحن قائمون )contohnya :<br />
Khabar itu ada dua bagian, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair (bukan) mufrad.<br />
Khabar mufrad contohnya زيد قائم<br />
Khabar ghair mufrad itu ada empat :<br />
1. Jar dan majrur<br />
2. dzharaf<br />
3. fi’il beserta faa’ilnya<br />
4. Mubtada beserta khabarnya.<br />
Contohnya: ( (زيد فى الدار وزيد عندك وزيد قام ابوه وزيد جاريته ذاهبة<br />
Bab Amil-amil yang masuk kepada mubtada dan khabar<br />
Amil-amil yang masuk kepada mubtada dan khabar itu ada tiga macam, yaitu kaana dan saudarasaudaranya,<br />
innna dan saudara-saudaranya dan dzhanna (dzhanantu) dan saudara-saudaranya.<br />
Adapun kaana dan saudarasaudaranya<br />
maka<br />
sesungguhnya mereka<br />
merafa’kan isism (mubtada) dan menashabkan khabar. Maka kaana dan suadara-saudaranya itu<br />
adalah : , كَانَ, وَأَمْسَى, وَأَصْبَحَ, وَأَضْحَى, وَظَلَّ, وَبَاتَ, وَصَارَ, وَلَيْسَ, وَمَا زَالَ, وَمَا اِنْفَكَّ, وَمَا فَتِئَ, وَمَا بَرِحَ<br />
,وَمَا دَامَ<br />
dan apa-apa yang bisa ditashrif dari semuanya, seperti :<br />
كَانَ, وَيَكُونُ, وَكُنْ, وَأَصْبَحَ وَيُصْبِحُ وَأَصْبِحْ,<br />
Contohnya :<br />
"كَانَ زَيْدٌ قَائِمًا, وَلَيْسَ عَمْرٌو شَاخِصًا"<br />
dan sesuatu yang menyerupai contoh ini.<br />
Adapun inna dan saudara-saudaranya maka sesungguhnya mereka itu menashabkan mubtada<br />
dan merafa’kan khabar. inna dan saudara-saudaranya adalah :<br />
إِنَّ، وَأَنَّ، وَلَكِنَّ، وَكَأَنَّ، وَلَيْتَ، وَلَعَلَّ،<br />
: contohnya إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ، وَلَيْتَ عَمْرًا شَاخِصٌ<br />
Makna inna dan anna adalah untuk taukid (penekanan), laakinna untuk istidraak<br />
(mempertentangkan), kaanna untuk tasybih (penyerupaan), laita untuk tamanniy (pengandaian),<br />
la’alla untuk tarajiy (pengharapan kebaikan) dan tawaqqu’ (ketakutan dari nasib buruk).<br />
Adapun dzhanantu (dzhanna) dan saudara-saudaranya maka sesunggunya mereka itu<br />
menashabkan mubtada dan khabar karena keduanya itu (mubtada dan khabar) adalah maf’ul bagi<br />
dzhanna dan saudara-saudaranya. Dzhanantu dan saudara-saudaranya itu :<br />
ظَنَنْتُ، وَحَسِبْتُ، وَخِلْتُ، وَزَعَمْتُ، وَرَأَيْتُ، وَعَلِمْتُ، وَوَجَدْتُ، وَاتَّخَذْتُ، وَجَعَلْتُ، وَسَمِعْتُ؛<br />
: contohnya ظَنَنْتُ زَيْدًا قَائِمًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا شاخصًا<br />
Bab Na’at (sifat)<br />
Na’at itu mengikuti yang disifati pada keadaan rafa’nya, nashabnya, khafadhnya, ma’rifatnya,<br />
dan nakirahnya. Contohnya:<br />
قَامَ زَيْدٌ اَلْعَاقِلُ, وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْعَاقِلَ, وَمَرَرْتُ بِزَيْدٍ اَلْعَاقِلِ.<br />
Ma’rifat (kata khusus) itu ada lima:<br />
: Isim Dhamir (kata ganti), contohnya . أَنَا وَأَنْتَ 1<br />
:Isim Alam (nama), contohnya . زَيْدٍ وَمَكَّةَ 2<br />
: Isim Mubham (kata tunjuk), contohnya . هَذَا, وَهَذِهِ, وَهَؤُلاَءِ 3<br />
: Isim yang terdapat alif lam (al), contohnya. اَلرَّجُلُ وَالْغُلاَمُ 4<br />
5. apa-apa yang diidhafahkan kepada salah satu dari ini yang empat.<br />
Nakirah (kata<br />
umum) adalah setiap isim yang tersebar (beraneka ragam) pada jenisnya ,tidak tertentu pada<br />
sesuatupun. Dan untuk memudahkannya, nakirah itu adalah setiap yang dapat اَلرَّجُلُ<br />
وَالْغُلاَمُ menerima alif lam, contohnya<br />
Bab ‘Athaf<br />
Huruf ‘athaf ada sepuluh, yaitu :<br />
اَلْوَاوُ, وَالْفَاءُ, وَثُمَّ, وَأَوْ, وَأَمْ, وَإِمَّا, وَبَلْ, وَلاَ, وَلَكِنْ, وَحَتَّى فِي بَعْضِ اَلمَْوَاضِعِ<br />
Waw, fa, tsumma, aw, am, imma, bal, la, laakin, dan hatta pada sebagian tempat.<br />
Jika kamu athafkan dalam keadaan rafa’ maka rafa’akan, dalam keadan nashab maka<br />
nashabkan, dalam keadaan khafad maka khafadhkan, dalam keadaan jazm maka jazmkan.<br />
Contohnya :<br />
"قَامَ زَيْدٌ وَعَمْرٌو, وَرَأَيْتُ زَيْدًا وَعَمْرًا, وَمَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَعَمْرٍو, وَزَيْدٌ لَمْ يَقُمْ وَلَمْ يَقْعُدْ<br />
Bab Taukid (menekankan atau menguatkan)<br />
Taukid itu mengikuti yang diperkuat dalam keadaan rafa’nya, nashabnya, khafadhnya, dan<br />
ma’rifatnya. Taukid itu telah tertentu lafadzh-lafazhnya, yaitu :<br />
اَلنَّفْسُ, وَالْعَينُْ, وَكُلُّ, وَأَجْمَعُ<br />
Dan yang mengikuti ajam’u, yaitu<br />
أَكْتَعُ, وَأَبْتَعُ, وَأَبْصَعُ<br />
Contohnya :<br />
قَامَ زَيْدٌ نَفْسُهُ, وَرَأَيْتُ اَلْقَوْمَ كُلَّهُمْ, وَمَرَرْتُ بِالْقَوْمِ أَجْمَعِينَ .<br />
Bab Badal<br />
Apabila dibadalkan isim dengan isim atau fi’il dengan fi’il maka mengikuti badalnya itu pada<br />
seluruh i’rabnya. Badal itu ada empat :<br />
. بَدَلُ اَلشَّيْءِ مِنْ اَلشَّيْء 1<br />
. بَدَلُ اَلْبَعْضِ مِنْ اَلْكُلِّ 2<br />
.بَدَلُ اَلاِشْتِمَالِ 3َ<br />
. بَدَلُ اَلْغَلَطِ 4<br />
Contohnya:<br />
"قَامَ زَيْدٌ أَخُوكَ, وَأَكَلْتُ اَلرَّغِيفَ ثُلُثَهُ, وَنَفَعَنِي زَيْدٌ عِلْمُهُ, وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْفَرَسَ<br />
Kamu ingin berkata al farasa (kuda) akan tetapi kamu ternyata salah,<br />
maka kamu ganti dengan zaidan menjadi رَأَيْتُ زَيْدًا اَلْفَرَسَ<br />
Bab Isim-isim Yang dinashabkan<br />
Isim-isim yang dinashabkan itu ada lima belas:<br />
1. Maf’ul bih<br />
2. Mashdar<br />
3. Dzharaf zaman<br />
4. Dzharaf makan<br />
5. Hal<br />
6. Tamyiz<br />
7. Mustatsna<br />
8. Isim Laa<br />
9. Munada<br />
10. Maf’ul min ajlih<br />
11. Maf’ul ma’ah<br />
12. Khabar kaana<br />
13. Isim inna<br />
14. khabar saudara kaana dan isim saudara inna<br />
15. Yang mengikut dinashabkan, yaitu ada empat : na’at, ‘athaf, taukid, dan badal<br />
Bab Maf’ul bih<br />
Maf’ul bih adalah isim yang dinashabkan yang dikenakan padanya suatu perbuatan.<br />
: Contohnya ضَرَبْتُ زَيْدًا, وَرَكِبْتُ اَلْفَرَسَ<br />
Maf’ul bih itu ada dua bagian, yaitu maf’ul bih dzhahir dan maf’ul bih dhamir.<br />
Maf’ul bih dzhahir telah dijelaskan sebelumnya (pada bab-bab yang menjelaskan tentang<br />
dzhahir).<br />
Sedangkan maf’ul bih dhamir itu terbagi menjadi dua:<br />
1. Muttashil (bersambung)<br />
Maf’ul bih dhamir muttashil ada dua belas, yaitu :<br />
ضَرَبَنِي, وَضَرَبَنَا, وَضَرَبَكَ, وَضَرَبَكِ, وَضَرَبَكُمَا, وَضَرَبَكُمْ, وَضَرَبَكُنَّ, وَضَرَبَهُ, وَضَرَبَهَا, وَضَرَبَهُمَا, وَضَرَبَهُمْ,<br />
وَضَرَبَهُنَّ<br />
2. Munfashil (terpisah)<br />
Maf’ul bih dhamir munfashil ada dua belas, yaitu:<br />
إِيَّايَ, وَإِيَّانَا, وَإِيَّاكَ, وَإِيَّاكِ, وَإِيَّاكُمَا, وَإِيَّاكُمْ, وَإِيَّاكُنَّ, وَإِيَّاهُ, وَإِيَّاهَا, وَإِيَّاهُمَا, وَإِيَّاهُمْ, وَإِيَّاهُنَّ .<br />
Bab Mashdar<br />
Mashdar adalah isim yang dinashabkan yang datang menempati tempat ketiga dalam tashrif fi’il.<br />
Contohnya :<br />
ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا<br />
Mashdar terbagi dua :<br />
1. Lafdzhy<br />
2. Ma’nawy<br />
Jika lafazdh mashdarnya bersesuaian dengan lafadzh fi’ilnya maka itu trmasuk mashdar lafdzhy<br />
contohnya :<br />
قَتَلْتُهُ قَتْلاً<br />
Dan jika mashdarnya bersesuaian dengan makna fi’ilnya bukan lafadhznya maka itu adalah<br />
mashdar ma’nawy. Contohnya :<br />
جَلَسْتُ قُعُودًا, ، وقمت وُقُوفًا<br />
Bab Dzharaf Zaman (keterangan waktu) dan Dzaharaf Makan (keterangan<br />
tempat)<br />
Dzharaf zaman itu adalah isim zaman yang dinashabkan dengan taqdir maknanya fi (pada).<br />
Contoh dzharaf zaman :<br />
اَلْيَوْمِ, وَاللَّيْلَةِ, وَغَدْوَةً, وَبُكْرَةً, وَسَحَرًا, وَغَدًا, وَعَتَمَةً, وَصَبَاحًا, وَمَسَاءً, وَأَبَدًا, وَأَمَدًا, وَحِينًا<br />
Dzharaf makan adalah isim makan yang dinashabkan dengan taqdir maknanya fi (pada).<br />
Contohnya:<br />
أَمَامَ, وَخَلْفَ, وَقُدَّامَ, وَوَرَاءَ, وَفَوْقَ, وَتحَْتَ, وَعِنْدَ, وَمَعَ, وَإِزَاءَ, وَحِذَاءَ, وَتِلْقَاءَ, وَثَمَّ, وَهُنَا<br />
Bab Haal<br />
Haal adalah isim yang dinashabkan yang menjelaskan tata cara yang sebelumnya samar.<br />
Contohnya :<br />
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا" وَ"رَكِبْتُ اَلْفَرَسَ مُسْرَجًا" وَ"لَقِيتُ عَبْدَ اَللَّهِ رَاكِبًا"<br />
Haal itu pasti nakirah dan haal itu hanya terjadi setelah kalamnya sempurna dan shahibul haal itu<br />
pasti ma’rifat.<br />
Bab Tamyiz<br />
Tamyiz itu adalah isim yang dinashabkan yang menjelaskan dzat yang sebelumnya samar.<br />
Contohnya :<br />
"تَصَبَّبَ زَيْدٌ عَرَقًا", وَ"تَفَقَّأَ بَكْرٌ شَحْمًا" وَ"طَابَ مُحَمَّدٌ نَفْسًا" وَ"اِشْتَرَيْتُ عِشْرِينَ غُلاَمًا" وَ"مَلَكْتُ تِسْعِين نَعْجَةً" وَ"زَيْدٌ أَكْرَمُ مِنْكَ أَبًا" وَ"أَجْمَلُ مِنْكَ وَجْهًا"<br />
Tamyiz itu pasti nakirah dan tamyiz hanya terjadi setelah kalamnya sempurna<br />
Bab Istitsna<br />
Huruf istitsna itu ada delapan, yiatu :<br />
إِلَّا, وَغَيْرُ, وَسِوَى, وَسُوَى, وَسَوَاءٌ, وَخَلاَ, وَعَدَا, وَحَاشَا<br />
Maka mustatsna (kalimat yang di istitsnakan) dengan huruf illaa dinashabkan jika<br />
: kalamnya taam mujab contohnya قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدًا" وَ"خَرَجَ اَلنَّاسُ إِلَّا عَمْرًا<br />
Jika kalamnya manfiy taam, maka boleh menjadikannya badal atau menashabkannya<br />
: karena istitsna contohnya مَا قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدٌ" وَ"إِلَّا زَيْدًا<br />
Jika kalamnya naaqish (kurang), maka i’rabnya sesuai dengan amil-amilnya,. Contohnya:<br />
"مَا قَامَ إِلَّا زَيْدٌ" وَ"مَا ضَرَبْتُ إِلَّا زَيْدًا" وَ"مَا مَرَرْتُ إِلَّا بِزَيْدٍ<br />
Dan Mustatsna dengan khalaa, ‘adaa, dan haasyaa maka boleh kita menashabkannya atau<br />
menjarkannya. Contohnya :<br />
"قَامَ اَلْقَوْمُ خَلاَ زَيْدًا وَزَيْدٍ" وَ"عَدَا عَمْرًا وَعَمْرٍو" وَ"حَاشَا بَكْرًا وَبَكْرٍ" .<br />
Bab Laa<br />
Ketahuilah! Bahwa apabila laa bertemu langsung dengan isim nakirah maka laa menashabkan<br />
isim nakirah dengan tanpa tanwin dan tidak mengulang-ulang laa. Contohnya : لاَ رَجُلَ فِي اَلدَّارِ<br />
Jika laa tidak bertemu langsung dengan nakirah maka wajib mengulang-ulang laa.<br />
Contohnya : لاَ فِي اَلدَّارِ رَجُلٌ وَلاَ اِمْرَأَةٌ<br />
J i k a m e n g u l a n g - u l a n g l a a<br />
(berarti bertemu langsung dengan nakirah), maka boleh mengamalkannya (menjadikan laa<br />
sebagai amil yang menashabkan) atau menyia-nyiakannya. Maka jika kamu suka, kamu katakan :<br />
لاَ رَجُلَ فِي اَلدَّارِ وَلاَ اِمْرَأَةَ<br />
Dan jika kamu suka, kamu katakan:<br />
لاَ رَجُلٌ فِي اَلدَّارِ وَلاَ اِمْرَأَةٌ" .<br />
Bab Munada (yang dipanggil)<br />
Munada itu ada lima, yaitu :<br />
)nama-nama(, 1المفرد اَلْعَلَمُ .<br />
)nakirah yang termaksud(, 2 وَالنَّكِرَةُ اَلمَْقْصُودَةُ .<br />
)nakirah yang tidak termaksud(, 3 وَالنَّكِرَةُ غَيْرُ اَلمَْقْصُودَةِ .<br />
)yang diidhafahkan(, 4 وَالمُْضَافُ .<br />
)yang menyerupai mudhaf( 5 وَالشَّبِيهُ بِالمُْضَافِ .<br />
Adapun mufrad ‘alam dan nakirah maqsudah maka ia dimabnikan atas dhammah<br />
dengan tanpa tanwin contohnya يَا زَيْدُ وَيَا رَجُلُ<br />
Dan tiga munada sisanya itu tidak lain dinashabkan.<br />
Bab Maf’ul min Ajlih<br />
Maf’ul min ajlih adalah isim yang dinashabkan yang disebut untuk menjelaskan sebab-sebab<br />
terjadinya suatu perbuatan. Contohnya :<br />
قَامَ زَيْدٌ إِجْلاَلاً لِعَمْرٍو وَقَصَدْتُكَ اِبْتِغَاءَ مَعْرُوفِكَ .<br />
Bab Maf’ul Ma’ah<br />
Maf’ul ma’ah adalah isim yang dinashabkan yang disebut untuk menjelaskan sesuatu yang<br />
bersamanya dilakukan suatu perbuatan. Contohnya :<br />
جَاءَ اَلأَْمِيرُ وَالجَْيْشَ وَاِسْتَوَى اَلمَْاءُ وَالخَْشَبَةَ<br />
Adapun khabar kaana dan saudara-saudaranya dan ismu inna dan saudara-saudaranya maka<br />
sungguh telah diberikan penjelasannya pada bab isim-isim yang dirafa’akan begitu juga dengan<br />
yang mengikut dinashabkan (na’at, ‘athaf, taukid, badal) telah dijelaskan disana.<br />
Bab Isim-isim yang Dikhafadhkan (dijarkan)<br />
Isim-isim yang dikhafadhkan itu ada tiga bagian :<br />
1. Dikhafadhkan dengan huruf khafadh<br />
2. Dikhafadhkan dengan idhafah<br />
3. Dikhafadhkan karena mengikuti yang sebelumnya<br />
Adapun yang dijarkan dengan huruf yaitu apa-apa yang dijarkan dengan huruf<br />
dan dengan huruf sumpah yaitu , مِنْ, وَإِلَى, وَعَنْ, وَعَلَى, وَفِي, وَرُبَّ, وَالْبَاءِ, وَالْكَافِ, وَاللَّامِ<br />
مُذْ, وَمُنْذُ. dan dengan اَلْوَاوُ, وَالْبَاءُ, وَالتَّاءُِ<br />
Adapun yang dijarkan dengan idhafah maka contohnya: دٍ8 لاَمُ زَيْ 8 غُ dan yang dijarkan dengan<br />
i<br />
d<br />
hafah itu ada dua, pertama yang ditaqdirkan dengan lam dan kedua yang ditakdirkan dengan min.<br />
Maka yang ditaqdirkan dengan lam contohnya: غُلاَمُ زَيْدٍ<br />
Dan yang ditaqdirkan dengan min contohnya: ثَوْبُ خَزٍّ وَبَابُ سَاجٍ وَخَاتمَُ حَدِيدٍ<br />
-Allah Maha Mengetahui kebenaranpandingkluanhttp://www.blogger.com/profile/06339178683543245807noreply@blogger.com0